Jumat, 06 Desember 2013

CSR JANTUNG DUNIA



CSR JANTUNG DUNIA
         Oleh: Riski Angga Putra

Saat ini, pembangunan industri di Indonesia banyak dilakukan untuk mewujudkan negara yang lebih maju. Pembangunan industri bukan merupakan hal yang mudah karena pihak industri itu sendiri harus mampu mempertahankan eksistensinya di tengah isu isu dunia seperti global warming, polusi udara, pencemaran lingkungan, monopoli perdagangan dan lain lain.
Sebagai upaya untuk mempertahankan eksistensinya, sebuah industri, khususnya industri manufaktur harus berani berinovasi memunculkan program program Corporate Social Responsibility (CSR) yang merupakan tindakan perusahaan sebagai bentuk tanggung jawab mereka terhadap masyarakat atau lingkungan sekitar.
Dengan demikian, ketika masyarakat merasakan dampak positif industri melalui program Corporate Social Responsibility tersebut, masyarakat dapat mendukung pembangunan industri dengan mengubah cara pandangnya terhadap suatu industri.
Dalam menjalankan bisnis sosial, skala besar atau kecil tidak menjadi masalah. Yang terpenting adalah keberlanjutan program atau bisnis sosial tersebut.
Pada dasarnya, praktik bisnis sosial adalah untuk memberdayakan masyarakat, khususnya masyarakat menengah ke bawah. Bisnis sosial adalah insiatif yang didasari adanya permasalahan sosial yang dia alami bersama masyarakat, yang tidak bisa mendapat solusinya dari pemerintah atau sektor privat.
"Di Indonesia, orang lebih tertarik bicara sensasi daripada esensi. Yang kelihatannya booming itu yang tepat, padahal belum tentu. Bagaimana esensinya adalah bisa menciptakan gol, yang penting sustain dan kemudian komunitas, pemberdayaan karena (hal ini terkait pada) bagaimana program itu bisa berkelanjutan," kata pakar corporate social responsibility (CSR) Bapak Abdur Rozaki pada saat kuliah yang saya kutip dalam catatan buku saya.

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate social Responsibility) dan Iklim Penanaman Modal dalam hak Asasi Manusia



Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate social Responsibility) dan Iklim Penanaman Modal dalam hak Asasi Manusia1
Oleh: Risk Angga Putra2

Abstrak
CSR harus dimaknai bukan lagi hanya sekedar responsibility karena bersifat voluntary, tetapi harus dilakukan sebagai mandatory dalam makna liability karena disertai dengan sanksi. Penanam modal baik dalam maupun asing tidak dibenarkan hanya mencapai keuntungan dengan mengorbankan kepentingan-kepentngan pihak lain yang terkai dan harus tunduk dan mentaati  ketentuan CSR sebagai kewajiban hukum jika ingin menanamkan modalnya di Indonesia.
 Komitmen bersama untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan menciptakan iklim investasi bagi penanam modal untuk mewujudkan  kesejahteraan masyarakat dapat tercapai melalui  pelaksanaan CSR. CSR dalam konteks penanaman modal harus dimaknai sebagai instrumen untuk mengurangi praktek bisnis yang tidak etis.  

A. Latar Belakang Masalah
Tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social  responsibility (untuk selanjutnya disebut CSR) mungkin masih kurang popular dikalangan pelaku usaha nasional. Namun, tidak berlaku bagi pelaku usaha asing. Kegiatan sosial kemasyarakatan yang dilakukan secara sukarela itu, sudah biasa dilakukan oleh perusahaan-perusahaan multinasional ratusan tahun lalu.
Berbeda dengan  kondisi Indonesia, di sini kegiatan CSR baru dimulai beberapa tahun  belakangan. Tuntutan masyarakat dan perkembangan demokrasi serta derasnya arus globalisasi dan pasar bebas, sehingga memunculkan kesadaran dari dunia industri tentang pentingnya melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).  Walaupun sudah lama prinsip-prinsip CSR diatur dalam peraturan perundang-undangan dalam lingkup hukum perusahaan.
Namun amat disesalkan dari hasil survey yang dilakukan oleh Suprapto pada tahun 2005 terhadap 375 perusahaan di Jakarta menunjukkan bahwa 166 atau 44,27 % perusahaan menyatakan tidak melakukan kegiatan CSR dan 209 atau 55,75 % perusahaan melakukan kegiatan CSR. Sedangkan bentuk CSR yang dijalankan meliputi; pertama, kegiatan kekeluargaan (116 perusahaan), kedua, sumbangan pada lembaga agama (50 perusahaan), ketiga, sumbangan pada yayasan social (39) perusahaan) keempat, pengembangan komunitas (4 perusahaan).3
Hasil Program Penilaian Peringkat Perusahaan (PROPER) 2004-2005 Kementerian Negara Lingkungan Hidup menunjukkan bahwa dari 466 perusahaan dipantau ada 72 perusahaan mendapat rapor hitam, 150 merah, 221 biru, 23 hijau, dan tidak ada yang berperingkat emas. Dengan begitu banyaknya perusahaan yang mendapat rapor hitam dan merah, menunjukkan bahwa mereka tidak menerapkan tanggung jawab lingkungan. Disamping itu dalam prakteknya tidak semua perusahaan menerapkan CSR.
                                                     
1Didiskusikan pada diskusi rutin Ikatan Keluarga Alumni Raudhatul Ulum Sakatiga (IKARUS) Yogyakarta, 08 Dessember 2013
2Penulis adalah kader Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Fakultas Dakwah Dan Ilmu Komunikasi Uin Suka Yogyakarta, aktif sebagai Ketua Angkatan 2011 KAMMI, 2 Periode kepengurusan KAMMI PH (KADEP Kastrat) 2012 & 2013  Dan Anggota IKARUS Angkatan 2011, aktif sebagai staf Bidang Wamas Periode 2013 IKARUS Yogyakarta.