Selasa, 06 November 2012

Reposisi Islam di Era Globalisasi


Reposisi Islam di Era Globalisasi

Era globalisasi telah membawa manusia pada kemajuan peradaban. Era ini ditandai dengan adanya penemuan-penemuan baru dan kemajuan di berbagai bidang. Sebagian umat islam menunjukkan secara terang-terangan kekhawatirannya dan ketakutannya dalam merespon pemikiran-pemikiran baru yag merambah di dunia islam, baik di bidang politik, ekonomi, budaya, dan lain-lain. Bahkan pada tingkat tertentu mereka juga berasumsi bahwa semua itu merupakan perang pemikiran dan konspirasi terencana untuk menghancurkan islam dan identitas kaum muslim.

Sementara pada saat yang sama, kita lihat sebagian umat islam yang lain; justru cenderung menerima globalisasi tanpa menelaah dengan kritis dan rasional terlebih dahulu. Bahkan mereka mengklaim orang-orag yang menolaknya sebagai kelompok yang terbelakang, bodoh, konservatif, dan out of date. Sehingga pada akhirnya kedua kelompok tersebut sampai pada titik kulminasi perdebatan, yang tak seharusnya hal tersebut diperdebatkan. Serta menyita banyak waktu dan energi yang seharusnya digunakan untuk mengintrospeksi diri.

Nah, dari eksposisi di atas, idealnya, kita sebagai generasi muda islam yang hidup di kalangan pesantren tidak menjadi kelompok yang menolak ataupun mendukung terhadap globalisasi. Tetapi kita harus lebih kritis-konstruktif dalam menyikapi globalisasi yang terjadi di setiap lini kehidupan.

Jika kita bertindak sebagai kelompok yang menolak pada realitas ini dan terus mengisolasi diri dari arus globalisasi yang terus mengalir bersama kehidupan manusia di berbagai bidang, justru kita akan semakin tidak terpandang dalam percaturan dunia ekomoni, politik, dan budaya. Sebab islam bukanlah sekedar sekumpulan doktrin teologis dan ritual, tetapi juga dinamika historis yang dinamis, dan penganutnya harus berpartisipasi dalam mewarnai setiap perkembagan zaman dan dapat berinteraksi dengannya dengan baik tanpa menghilangkan identitas religius yang telah menyatu dalam diri mereka. Islam sebagai dinamika historis, juga harus menunjukkan diri sebagai entitas inklusif yang ramah dan toleran kepada entitas-entitas lain yang  juga berkembamg di sepanjang sejarah.

Islam sebagai agama juga mempunyai sandaran pokok dalam menjalankan roda kehidupan, yaitu al-qur'an dan hadits. Maka dalam merespon globalisasi tidak langsung tergesa-gesa menolaknya atau menerimanya tanpa melakukan penelaahan terlebih dahulu. Kita harus mengkaji pemikiran-pemikiran baru yang bermunculan, apakah itu sesuai dengan sandaran kita atau tidak. Toh, realitas(globalisasi) tidak semuanya baik, dan tidak semuanya buruk. "Kala' baghussa, buang jhuba'na", kira-kira begitu yang sering aku dengar dari orang tuaku.

Dalam mengkaji globalisasi, agar lebih objektif dan tanpa disertai rasa sentimen sedikitpun, maka dibutuhkan poin-poin sebagai berikut. Pertama, islam sebagai agama seharusnya tidak mencemaskan aliran-aliran pemikiran baru dari luar, karena islam memiliki basis sejarah dan landasan yang kuat, yang tidak dimiliki oleh aliran-aliran  baru yang bermunculan. Kedua, harus disadari bahwa globalisasi merupakan suatu realitas yang tak mungkin ditolak ataupun dipungkiri. Ketiga, kita tak bisa terus berpura-pura tidak tahu bahwa kita hidup bersama komunitas lain di dunia. Itulahا upaya netralalisasi umat islam pada dua kelmpok yang saling bertentangan, agar dapat melakukan pengkajian dan penilaian yang lebih kritis-konstruktif, objektif, dan rasional.

"Perubahan yang positif dan kontributif bagi peradaban islam terjadi berkat keterbukaan dan kesediaan umat islam sendiri menyerap berbagai hal positif di luar tradisi mereka", kira-kira begitu yang dikatakan oleh Azyumardi Azra. Namun perlu ditegasakn bahwa di sini tidak sampai tejadi asimilasi, dimana umat islam tidak sampai kehilangan identitas religius mereka. Pernyataan diatas paralel dengan ungkapan Zaki Naguib Mahmud bahwa, " kebudayaan yang statis dan mandeg tidak akan mampu menyelenggarakan perubahan di tengah masyarakat. Dan pada gilirannya, ia tak akan mampu juga mewariskan benteng kebudayaan yang kokoh bagi generasi-generasi mendatang di era globalisasi". Di sini juga ditekankan bahwa dinamika historis menuntut islam selalu memberiakan berbagai respon terhadap perubahan yang terjadi di sekelilingnya.

Dalam setiap perkembangan zaman dan perubahan yang terus terjadi mengiringi waktu yang terus melaju, islam telah berhasil melahirkan tokoh-tokoh kritis dalam merespon berbagai realitas di sekelilingnya, seperti halnya Imam al-Ghazali yang terkenal dengan mahakaryanya Ihya' Ulumuddin, Ahmad Khan sebagai bapak tafsir modernis, dan lain-lain.

Dan perlu ditegaskan kembali bahwa islam sebagai agama dalam merespon globalisasi, tidak harus tergesa-gesa menolak atau menerimanya, tanpa melakukan penelaahan yang kritis-konstruktif dan objektif terlebih dahulu. Maka kita sebagai generasi islam yang hidup di kalangan pesantren, harus bersedia melakukan berbagai usaha untuk mengokohkan dan membentengi islam dari berbagai serangan globalisasi agar dapat terjaga orisinalitasnya dan tetap terpandang eksistensinya dalam setiap perkembanagan zaman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar