Reposisi Islam di Era Globalisasi
Era globalisasi telah membawa manusia pada kemajuan
peradaban. Era ini ditandai dengan adanya penemuan-penemuan baru dan kemajuan
di berbagai bidang. Sebagian umat islam menunjukkan secara terang-terangan
kekhawatirannya dan ketakutannya dalam merespon pemikiran-pemikiran baru yag
merambah di dunia islam, baik di bidang politik, ekonomi, budaya, dan
lain-lain. Bahkan pada tingkat tertentu mereka juga berasumsi bahwa semua itu
merupakan perang pemikiran dan konspirasi terencana untuk menghancurkan islam
dan identitas kaum muslim.
Nah, dari eksposisi di atas, idealnya, kita sebagai generasi
muda islam yang hidup di kalangan pesantren tidak menjadi kelompok yang menolak
ataupun mendukung terhadap globalisasi. Tetapi kita harus lebih
kritis-konstruktif dalam menyikapi globalisasi yang terjadi di setiap lini
kehidupan.
Jika kita bertindak sebagai kelompok yang menolak pada
realitas ini dan terus mengisolasi diri dari arus globalisasi yang terus
mengalir bersama kehidupan manusia di berbagai bidang, justru kita akan semakin
tidak terpandang dalam percaturan dunia ekomoni, politik, dan budaya. Sebab
islam bukanlah sekedar sekumpulan doktrin teologis dan ritual, tetapi juga
dinamika historis yang dinamis, dan penganutnya harus berpartisipasi dalam
mewarnai setiap perkembagan zaman dan dapat berinteraksi dengannya dengan baik
tanpa menghilangkan identitas religius yang telah menyatu dalam diri mereka.
Islam sebagai dinamika historis, juga harus menunjukkan diri sebagai entitas
inklusif yang ramah dan toleran kepada entitas-entitas lain yang juga berkembamg di sepanjang sejarah.
Islam sebagai agama juga mempunyai sandaran pokok dalam
menjalankan roda kehidupan, yaitu al-qur'an dan hadits. Maka dalam merespon
globalisasi tidak langsung tergesa-gesa menolaknya atau menerimanya tanpa
melakukan penelaahan terlebih dahulu. Kita harus mengkaji pemikiran-pemikiran
baru yang bermunculan, apakah itu sesuai dengan sandaran kita atau tidak. Toh,
realitas(globalisasi) tidak semuanya baik, dan tidak semuanya buruk.
"Kala' baghussa, buang jhuba'na", kira-kira begitu yang sering aku
dengar dari orang tuaku.
Dalam mengkaji globalisasi, agar lebih objektif dan tanpa
disertai rasa sentimen sedikitpun, maka dibutuhkan poin-poin sebagai berikut.
Pertama, islam sebagai agama seharusnya tidak mencemaskan aliran-aliran
pemikiran baru dari luar, karena islam memiliki basis sejarah dan landasan yang
kuat, yang tidak dimiliki oleh aliran-aliran
baru yang bermunculan. Kedua, harus disadari bahwa globalisasi merupakan
suatu realitas yang tak mungkin ditolak ataupun dipungkiri. Ketiga, kita tak
bisa terus berpura-pura tidak tahu bahwa kita hidup bersama komunitas lain di
dunia. Itulahا upaya netralalisasi umat islam pada dua kelmpok yang saling
bertentangan, agar dapat melakukan pengkajian dan penilaian yang lebih
kritis-konstruktif, objektif, dan rasional.
"Perubahan yang positif dan kontributif bagi peradaban
islam terjadi berkat keterbukaan dan kesediaan umat islam sendiri menyerap
berbagai hal positif di luar tradisi mereka", kira-kira begitu yang
dikatakan oleh Azyumardi Azra. Namun perlu ditegasakn bahwa di sini tidak
sampai tejadi asimilasi, dimana umat islam tidak sampai kehilangan identitas
religius mereka. Pernyataan diatas paralel dengan ungkapan Zaki Naguib Mahmud
bahwa, " kebudayaan yang statis dan mandeg tidak akan mampu
menyelenggarakan perubahan di tengah masyarakat. Dan pada gilirannya, ia tak
akan mampu juga mewariskan benteng kebudayaan yang kokoh bagi generasi-generasi
mendatang di era globalisasi". Di sini juga ditekankan bahwa dinamika
historis menuntut islam selalu memberiakan berbagai respon terhadap perubahan
yang terjadi di sekelilingnya.
Dalam setiap perkembangan zaman dan perubahan yang terus
terjadi mengiringi waktu yang terus melaju, islam telah berhasil melahirkan
tokoh-tokoh kritis dalam merespon berbagai realitas di sekelilingnya, seperti
halnya Imam al-Ghazali yang terkenal dengan mahakaryanya Ihya' Ulumuddin, Ahmad
Khan sebagai bapak tafsir modernis, dan lain-lain.
Dan perlu ditegaskan kembali bahwa islam sebagai agama dalam
merespon globalisasi, tidak harus tergesa-gesa menolak atau menerimanya, tanpa
melakukan penelaahan yang kritis-konstruktif dan objektif terlebih dahulu. Maka
kita sebagai generasi islam yang hidup di kalangan pesantren, harus bersedia
melakukan berbagai usaha untuk mengokohkan dan membentengi islam dari berbagai
serangan globalisasi agar dapat terjaga orisinalitasnya dan tetap terpandang
eksistensinya dalam setiap perkembanagan zaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar